Selasa, 25 November 2014

Cyber Religion : Beragama Secara Online






      Pada masa trend seperti saat sekarang ini, agama menjadi sangat praktis karena seluruh pertanyaan-pertanyaan spiritual dapat ditemukan di dunia virtual secara cepat dan beragam. Entah itu melalui surat elektronik, grup diskusi, membaca laman di situs internet atau bisa juga mengunduh file. Kita ketahui bersama, bahwa sebenarnya cyber religion merupakan aktivitas keagamaan yang dilakukan secara online. seperti yang dikutip dari (http://news.detik.com/read/2008/07/30/114044/980106/471/cyber-religion?n...), bahwa pada kenyataa agama menjadi sangat praktis karena seluruh pertanyaan-pertanyaan spiritual dapat ditemukan di dunia siber seketika itu juga. Entah itu melalui surat elektronik, grup diskusi, membaca laman di situs internet atau bisa juga mengunduh file. Di dunia siber siapa pun bisa mengabaikan sosok fisik guru spiritual (ulama, pendeta, pastur, biksu, dan sebagainya) yang selama ini dianggap ahli dan memiliki kapabilitas dalam mengajarkan segala sesuatunya mengenai agama, dan menggantikannya dengan mengakses internet. Brenda Brasher’s (Give Me That Online Religion, 2001) mendefinisikan cyber - religion sebagai kehadiran institusi dan aktivitas keagamaan di dunia siber. Sementara Lorne L Dawson (Anti-Modernism, Modernism, and Postmodernism, 2000) mengartikan sebagai organisasi atau grup keagamaan yang eksistensinya hanya berada di dunia siber. Sementara bagi Morten T Hojsgaard (Religion and Cyberspace, 2005) menyebutkan bahwa ada tiga perbedaan konsep mengenai agama di dunia online, yaitu adanya komunikasi virtual yang menggantikan komunikasi bersifat nyata (Mediation), tidak perlunya institusi keagamaan yang bersifat komplit (Organization), dan refleksi dari kultur siber yang menggantikan refleksi dari tradisi keagamaan (Content). Morten T Hojsgaard (Religion and Cyberspace, 2005) menyebutkan bahwa ada tiga perbedaan konsep mengenai agama di dunia online, yaitu adanya komunikasi virtual yang menggantikan komunikasi bersifat nyata (Mediation), tidak perlunya institusi keagamaan yang bersifat komplit (Organization), dan refleksi dari kultur siber yang menggantikan refleksi dari tradisi keagamaan (Content).
      Berdasarkan dari penjelasan tersebut, maka dapat dipahami bahwa Cyber Religion pada dasarnya sebagai sarana yang dapat menembus ruang dan waktu, karena aktivitas virtual dapat menggantikan aktivitas konvensional yang mengharuskan seseorang untuk bertemu secara face to face, maka dengan ciber religion ini membuat berbagai macam aktivitas dapat dilakukan secara cepat. Secara online, pengguna internet dapat mengakses informasi mengenai ritual keagamaan dan tata cara melakukannya. Sehingga pengguna internet merupakan bagian dari pemeluk agama dunia yang melakukan kredo kegamaan yang sama. Namun dibalik kemudahan tersebut, tentu saja sebagai masyarakat tidak ada salahnya untuk berhati-hati, mengingat di dunia virtual dapat kita temui berbagai portal khusunya dalam konteks religion, jangan sampai terjerumus terhadap pemahaman atau aliran yang dapat menyesatkan. Kita perlu mawas diri.

*Ilustrasi : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkXUdQqg_AvIgvRAhxU3S9cvUGtpAkTptEJwv584Q4Uu4tAX8YN8VqjsHQpi0GlVK4rkyWE_HEf06ueHNlcAXMKNZMjwXhjP8Q_hxs3iEUn6NYqpcJxAgnOrV9NhvC7VH98bL69iCyhVs/s1600/langkah-sederhana-bisnis-online.jpg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar