Jogja
Itu Buku
(Barometer
Dinamika Kultural Jogja)
Ketika
mendengar, membaca atau melihat kata “Jogja” atau lengkapnya disebut
Yogyakarta, maka hal apakah yang pertamakali muncul dalam benak anda?
Ya.., sebuah
ibukota yang berada di bagian tengah Pulau Jawa ini kaya akan aspek predikat,
baik berasal dari aspek sejarah maupun potensi yang ada, seperti kota
perjuangan, kota kebudayaan, kota pelajar, kota pariwisata, kota buku dan lain
sebagainya. Mengapa tidak, sebutan Yogyakarta sebagai kota pariwisata
menggambarkan potensi provinsi ini dalam kacamata kepariwisataan, karena
Yogyakarta adalah salah satu daerah tujuan wisata terbesar di Indonesia.
Berbagai jenis obyek wisata yang dikembangkan di wilayah ini, seperti wisata
alam, wisata budaya, hingga wisata pendidikan.
Predikat
sebagai kota pelajar berkaitan dengan sejarah dan peran kota ini dalam dunia
pendidikan di Indonesia, disamping adanya berbagai pendidikan di setiap jenjang
pendidikan yang tersedia seperti perguruan tinggi, mulai dari tingkat akademi,
institute, sekolah tinggi, maupun universitas, sehingga di Yogyakarta terdapat
banyak mahasiswa dan pelajar yang hampir dari seluruh provinsi yang terdapat di
Indonesia. Jadi tak berlebihan jika Yogyakarta disebut sebagai miniatur
Indonesia. Keberadaan perguruan tinggi dengan mahasiswa tentunya memberikan
keuntungan sendiri, khususnya bagi warga sekitar kampus dan seluruh lapisan
masyakat pada umumnya. Berbagai usaha yang berkaitan dengan hiruk-pikuk kehidupan
mahasiswa pun bermunculan, seperti usaha pemondokan (kos-kosan), kedai makan
(angkringan, warung Burjo hingga café-cafe), toko buku, rental computer, rental
buku, usaha fotocopy, hingga rental kendaraan (motor dan mobil). Usaha tersebut
umunya diusahakan oleh masyarakat setempat. Yogyakarta memang selalu memberikan
ketenangan dan kesederhanaan, mungkin karena daerahnya yang bukan termasuk kota
industri seperti Jakarta dan Surabaya. Di Yogyakarta, masyarakat diajak untuk
hidup sederhana seperti pola berpakaian sahaja dan yang paling penting adalah
keramahan masyarakat serta keuntungan sebagai pelajar untuk menikmati suasana
yang langka tersebut.
Semakin
menambah hangatnya Jogja sebagai kota pendidikan, tentunya tidak terlepas dari
begitu dinamisnya salah satu industry kreatif, yaitu dunia perbukuan di Jogja.
Sebagai spirit yang terlihat dalam way of learning kaum intelektual di
Yogyakarta, maka salah satu indikatornya, adalah Ikatan Penerbit Indonesia,
sebuah organisasi yang menaungi dunia buku di Indonesia. Hal ini dapat kita
jumpai dari semangat atau antusiasme kaum pelajar maupun masyarakat dalam hal
membeli dan membaca buku. Oleh sebab itu, hampir di setiap perpustakaan (baik
perpustakaan umum, perpustakaan kota, Taman Baca Masyarakat maupun perpustakan
perguruan Tinggi) padat dikunjungi oleh pengunjung dan tak ketinggalan pula
toko-toko buku yang tak pernah sepi oleh pembeli, baik kalangan kaum pelajar
hingga para cendikiawan, tempat-tempat seperti ini tidak pernah sepi di
Yogyakarta.
Berbagai
event populer di Yogyakarta yang tak pernah berhenti melakukan
gebrakan-gebrakan menarik yang kaya
inspiratif, diantaranya adalah kegiatan pameran buku atau grebek buku,
book fair dan masih banyak nama-nama event seputar perbukuan lain yang dikemas
semenarik mungkin. Tentu saja banyak kalangan yang ikut andil untuk memberikan
konstribusi pada event tersebut, diantaranya para penerbit,
kelompok-kelompok/komunitas pecinta buku, baik dari kalangan mahasiswa maupun
cendikiawan, pustakawan-pustakawan hingga organisasi-organisasi mahasiswa
dimana basic pendidikanya yang menggeluti dunia perbukuan (perpustakaan dan
informasi). Acara tercebut digelar sebagi bagian dari citra pendidikan dan
citra wisata Yogyakarta yang mengedepankan buku sebagai salah satu unggulannya,
sehingga menjadi salah satu tempat wisata alternatif dan wisata intelektual
bagi masyarakat, dan juga event tersebut dikemas dengan konsep representasi
ikon-ikon wisata Yogyakarta, yang menjadikan buku sebagai salah satu oleh-oleh
khas Yogyakarta, sehingga suasana Yogyakarta sebagai wisata buku benar-benar
terasa di arena pameran, tentu saja event tersebut digelar secara terbuka,
gratis untuk umum dan hadir secara continue di tiap tahunnya dengan
pengembangan serta peningkatan program di dalamnya, dan juga senantiasa
mengusung "warna lokal" di setiap kemasan tema, sehingga menjadikan
nuansa keakraban dan pembauran dengan masyarakat di Yogyakarta terasa lebih
berarti dan memiliki makna yang mendalam.
Berangkat
dari hal tersebut, maka dapat dipastikan bahwa buku merupakan barometer
dinamika kultural yang terdapat di Yogyakarta, dimana Yogyakarta menjadi
melting pot dalam artian kancah pertemuan para mahasiswa dan cendikiawan yang
datang dari berbagai penjuruh Indonesia dan kemudian berbaur dengan masyarakat untuk
membangun sebuah komitmen budaya baca masyarakat, sehingga masyarakat
Yogyakarta dikenal sebagai masyarakat yang memiliki tradisi/budaya baca yang
cukup tinggi.
Oleh
karena itu, perlu ada kerjasama yang sinergis antara masyarakat yang bergelut
dalam dunia perbukuan seperti penerbit dan pengelola perpustakaan dan juga
tentunya partisipasi aktif dari cendikiawan/mahasiswa yang bergerak dalam
bidang ilmu perpustakaan untuk bersama-sama meningkatkan citra pendidikan dan
citra wisata Yogyakarta sebagai kota pelajar/pendidikan agar mengedepankan buku
sebagai salah satu program unggulannya, sehingga miniatur-miniatur pendidikan
seperti perpustakaan/taman bacaan masyarakat di Yogyakarta menjadi salah satu
tempat wisata alternatif dan wisata intelektual bagi masyarakat.